Komisi D DPRD Surabaya Mediasi Konflik Orang Tua

Komisi D DPRD Surabaya Mediasi Konflik Orang Tua

Surabaya, newrespublika – Komisi D DPRD Surabaya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk menindaklanjuti aduan warga terkait sengketa hak asuh anak akibat perceraian.

RDP yang dilaksanakan di ruang Komisi D pada Selasa (16/9/2025) menghadirkan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Surabaya.

Suasana RDP sempat memanas akibat perseteruan dan klaim hak asuh terhadap seorang anak perempuan berusia 9 tahun. Dalam kasus yang diadukan, kedua orang tua, saling bersikeras untuk mendapatkan hak asuh anak mereka.

Sang ibu merasa lebih mampu memberikan kasih sayang dan perhatian karena selama ini menjadi figur utama dalam pengasuhan. Sementara sang Bapak berpendapat bahwa secara finansial, ia lebih stabil dan mampu menjamin pendidikan serta masa depan anak. Kondisi ini membuat anak berada dalam situasi yang sulit dan tertekan.

Wakil Ketua Komisi D, Hj. Lutfiyah, mengungkapkan bahwa ini adalah kali pertama dewan menerima aduan terkait masalah hak asuh anak.

“Selama ini kita fokus pada anggaran, peraturan perundang-undangan, dan kontrol kinerja pemerintah kota. Sekarang kami dihadapkan pada persoalan sosial kemasyarakatan, khususnya rumah tangga, yang gampang diomong tapi sulit dilaksanakan,” ujarnya

Ia menjelaskan penyebab umum yang kerap memicu perceraian meliputi perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus, masalah komunikasi yang buruk, ketidakcocokan dalam prinsip atau gaya hidup, perselingkuhan, serta masalah keuangan. Selain itu, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perbedaan nilai dan tujuan hidup, hingga masalah emosional atau psikologis yang tidak tertangani juga dapat menjadi faktor pemicu.

Dampak paling memprihatinkan seringkali dirasakan oleh anak-anak. Anak-anak yang mengalami perceraian orang tua dapat mengalami trauma emosional, kesulitan penyesuaian, dan masalah perilaku. Mereka seringkali merasa harus memilih salah satu orang tua, padahal mereka tidak ingin memihak.

“Kasihan anak yang terdampak, karena dia harus memilih ikut ibu atau bapaknya. Padahal dia tidak ingin memihak pada salah satu, jika disuruh memilih maka anak tidak akan mampu,” ujar Lutfiyah, menyoroti kerentanan anak-anak dalam situasi ini.

Lutfiyah menambahkan bahwa permasalahan ini seharusnya lebih ditangani oleh Kantor Urusan Agama (KUA). Ia berharap Pemerintah Kota Surabaya dapat membantu mengakomodasi anak-anak yang secara psikologis dampak dari perceraian orang tua.

Lutfiyah juga mengingatkan calon pasangan suami istri untuk saling memahami tujuan berumah tangga dan menghindari pernikahan dini. “Pernikahan dini rentan memicu pertengkaran hingga perceraian karena emosional dan ego yang masih tinggi,” pungkasnya. (trs)