Oleh : Taufan Dzaky Athallah, S.H
LATAR BELAKANG
Partisipasi masyarakat dalam rangka melindungi lingkungan hidup yang baik dan sehat sering mendapat perlawanan dari pelaku usaha yang aktifitas usahanya diduga/telah menimbulkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.
Perbuatan pelaku usaha dengan melakukan pelaporan kepada pihak polisi ataupun menggugat masyarakat terdampak atau para pemerhati/pejuang hak atas lingkungan hidup atau aktivis lingkungan hidup yang melakukan partisipasi masyarakat dalam bentuk menyampaikan informasi, pengaduan, keberatan baik melalui media ataupun demonstrasi dimaksudkan oleh Penggugat ataupun Pelapor adalah untuk membungkam dan menghentikan partisipasi mereka untuk kepentingan publik, sehingga menimbulkan rasa takut sehingga masyarakat/ aktivis lingkungan hidup tidak lagi berani bersuara untuk menyampaikan pengaduan ataupun mengkritisi kegiatan usaha pelaku usaha yang diduga/ telah menimbulkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.
Perlindungan lingkungan hidup merupakan hak konstitusional setiap warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan prasyarat dasar untuk menjamin hak hidup dan kesejahteraan manusia.
Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tidak hanya penting, tetapi juga harus dijamin dan dilindungi secara hukum.
Dalam praktiknya, berbagai aksi dan partisipasi masyarakat untuk memperjuangkan hak atas lingkungan yang baik sering kali direspons dengan ancaman hukum. Banyak aktivis lingkungan mengalami kriminalisasi, mulai dari tuntutan perdata hingga pidana, meskipun perjuangan mereka dilakukan secara damai dan terbuka.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan melemahnya peran publik dalam menjaga lingkungan hidup.
Bagaimana Dasar Hukum Perlindungan Terhadap Individu yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup
Dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup sendiri telah diatur sebagai Hak Konstitusional yang mana telah dijelaskan dalam Pasal 28H ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa:
”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan Kesehatan”
Sebagaimana dimaksud pada pasal tersebut maka setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal tersebut juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tetapi tidak sedikit pelaku usaha mengetahui bahwa masyarakat yang memperjuangkan lingkungan hidup yang sehat akibat dari dugaan limbah yang mencemari lingkungan dari kegiatan pelaku usaha tersebut tidak dapat di tuntut secara pidana maupun digugat secara perdata atau dengan sering dikenal dengan istilah anti SLAPP (Strategic Law Suit Agains Public Participation).
Dalam memperjuangkan lingkungan hidup masyarakat tidak sedikit yang mendapatkan intimidasi serta kriminalisasi Meskipun telah ada perlindungan hukum, dalam praktiknya aktivis lingkungan tetap rentan terhadap kriminalisasi, khususnya dengan tuduhan seperti:
– Pencemaran nama baik (UU ITE),
– Perbuatan tidak menyenangkan,
– Pelanggaran ketertiban umum.
Perlindungan hukum untuk masyarakat atau aktivis pejuang lingkungan hidup telah jelas tertulis pada Pasal 66 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 yang berbunyi :
“Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”
Pasal tersebut telah di uji materi oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan MK No. 119/PPU-XXIII/2025 yang menegaskan bahwa partisipasi Masyarakat dalam perlindungan lingkungan tidak dapat digugat secara hukum.
Meski telah diatur oleh Pasal 66 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi maka Perlindungan dalam Pasal terebut bukanlah bentuk kebal hukum absolut. Perlindungan ini hanya berlaku bila:
– Dilakukan dengan tujuan memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat,
– Ditempuh melalui cara-cara yang damai, tidak mengandung unsur kekerasan atau pelanggaran hukum pidana lainnya,
– Tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok yang merugikan orang lain secara melawan hukum.
Kesimpulan :
– Perlindungan hukum terhadap pejuang lingkungan diatur secara tegas dalam Pasal 66 UU PPLH dan diperkuat dengan Putusan MK No 119/PPU-XXIII/2025 yang menegaskan bahwa partisipasi Masyarakat dalam perlindungan lingkungan tidak dapat digugat secara hukum sebagai bentuk jaminan hak konstitusional warga negara.
– Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata, selama dilakukan dengan itikad baik dan sesuai hukum.
– Negara harus hadir untuk menjamin implementasi norma ini dan mencegah praktik kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan.
Saran :
– Aparat penegak hukum perlu diberikan pemahaman dan pelatihan tentang penerapan Pasal 66 UU PPLH dan Putusan MK No 119/PPU-XXIII/2025 agar tidak terjadi kesalahan dalam proses hukum terhadap aktivis lingkungan.
– Pemerintah perlu membuat mekanisme perlindungan khusus terhadap pembela lingkungan (environmental human rights defenders).
– Perlu dilakukan pengawasan terhadap penerapan hukum di lapangan agar tidak terjadi penyimpangan terhadap hak-hak warga negara dalam memperjuangkan lingkungan hidup.
Dasar Hukum
– Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
– Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
– Putusan Mahkamah Konstitusi No 119/PPU-XXII/2025.
