Surabaya, newrespublika – Komisi B DPRD Kota Surabaya menghadirkan tiga pakar dari perguruan tinggi di Jatim, membahas polemik pajak reklame di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Tiga pakat tersebut dari Unair, dan dua dari Malang.
Wakil Ketua Komisi B, H. Moch. Mahmud kepada wartawan mengatakan, tadi sudah dibahas bersama Bapenda, perkumpulan pengusaha SPBU Iswana Migas, dan Inspektorat.
“ Bahwa ada beberapa temuan-temuan baru di mana objek pajak yang ditetapkan Bapenda Surabaya berupa risplang atau atap SPBU itu menurut pakar tidak termasuk objek pajak,” ujar Mahmud di Surabaya, Selasa (19/08/2025).
Ia menjelaskan, kita undang tiga pakar dari Unair, dua dari Malang mereka hampir semua berpendapat yang sama, bahwa risplang itu tidak termasuk objek pajak.
Kemudia, kata Mahmud, mereka para pakar berpendapat juga bahwa tagihan susut ke belakang itu tidak boleh dilakukan, 2019 sampai 2023 itu harusnya tidak boleh dilakukan, karena peraturannya yang sudah dibayar lunas tdak bisa diubah-ubah lagi.
Lalu juga di sini ada kesepakatan yang paling penting ini bahwa Bapenda Surabaya sudah siap untuk mencopot tanda silang SPBU mulai hari ini tanggal 19 sampai tanggal 26 Agustus 2025.
“ Mereka beranggapan seperti itu karena ada saran dari BPK. Saran dari BPK ini mengalahkan peraturan yang sudah ada, sehingga temuan-teman itu mengubah keputusan,” terang mantan Ketua DPRD Kota Surabaya ini.
Padahal ketika lihat saran dari BPK, sambung Mahmud, itu tidak ada kata-kata merah, esplang merah yang menjadi objek wajah, tidak ada.
Kalau ada pajak yang self-assessment itu ada seperti, rumah makan, self-assessment yang disetorkan ke Pemkot, dihitung oleh pengusaha sendiri.
“Sampai akhirnya ada yang mengelabui dengan mengecat putih papan informasi harga BBM di salah satu SPBU di Jl. Diponegoro,” pungkasnya. (trs)