Surabaya, newrespublika – Komisi C DPRD Kota Surabaya menerima pengaduan warga terkait permasalahan di Apartemen Puncak Kertajaya, Rabu (02/07/2025).
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang Komisi C antara warga atau pemilik unit apartemen dengan pengelola Apartemen Puncak Kertajaya, yang dihadiri dinas terkait berlangsung ricuh.
Slamet Riyadi salah satu pemilik unit Apartemen Puncak Kertajaya mengaku, bahwa sudah melunasi pembelian unit apartemen, namun selama 15 tahun belum mendapatkan AJB (Akte Jual Beli) dari manajemen Apartemen Puncak Kertajaya.
“ 15 tahun mas kami tidak bisa mendapatkan AJB dari manajemen, ini ada apa. Untuk itu dengan dimediasi Komisi C DPRD Kota Surabaya warga berharap manajemen Apartemen Puncak Kertajaya mengeluarkan AJB,” ujar Slamet Riyadi kepada wartawan, Rabu (02/07/2025).
Ia menjelaskan, selain kami menuntut AJB yang 15 tahun belum diberikan ke kami, banyak problem lainnya di Apartemen Puncak Kertajaya seperti, saat akan melakukan pengurusan yang ada di punca pengelolaan itu selalu dikenakan PPN 11%.
Belum lagi soal parkir, tegas Slamet Riyadi, dimana biaya sewa parkir antara pemilik unit dan penyewa apartemen itu berbeda dan yang lebih mahal justru malah pemilik.
“ Ini yang menjadi keberatan kami. Makanya mohon dengan adanya rapat seperti ini di DPRD Kota Surabaya, kita harapkan ada titik temu, karena sudah 15 tahun kita seperti ini,” ungkap Slamet R.
Sementara dari Legal Consultant Apartemen Puncak Kertajaya saat akan diwawancarai awak media, lebih memilih bungkam sejuta bahasa dan ngacir usai RDP di ruang Komisi C.
Sementara itu Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Eri Irawan mengatakan, bahwa Komisi C memberi tenggat waktu kepada pihak pengelola untuk segera menyelesaikan pemenuhan SLF bersyarat dalam waktu 30 hari, hingga 1 Agustus 2025.
Setelah itu, proses pertelaan hingga pengesahan akta pemisahan harus segera dituntaskan agar warga bisa mendapatkan sertifikat hak milik rumah susun (SHM RS) yang sah dan diakui negara.
Tidak hanya itu, Eri juga membuka potensi adanya pelanggaran pajak parkir. Dari hasil pengecekan, jumlah kapasitas parkir mencapai 500 kendaraan. Namun, data pembayaran pajaknya diduga tidak sesuai dengan potensi yang seharusnya mencapai lebih dari Rp3,7 juta per bulan.
“Untuk tu, Komisi C meminta Bapenda melakukan pemeriksaan mendalam terkait pembayaran pajak parkir ini, bahkan akan melibatkan kejaksaan jika ditemukan indikasi kerugian negara,” tutup Eri Irawan. (trs)