Surabaya, newrespublika-Polemik terkait aktivitas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di kawasan Villa Bukit Mas Cluster Jepang mencuat dalam forum mediasi di ruang Komisi D DPRD Kota Surabaya bersama warga, pengelola, dan instansi terkait, Senin (29/9/2025).
Anggota Komisi D, Ajeng Wira Wati mengatakan, ternyata dari pihak SPPG ini sebenarnya sudah mengajukan izin, baik dari IMB dan juga NIB untuk di sana untuk bisa mengajukan SPPG ataupun dapur MBG (Makan Bergizi Gratis) di Perumahan Villa Bukit Mas.
Dan ini, tambah Ajeng Wira Wati, sudah melalui proses dari sejak Februari kemudian kemarin juga sudah berkomunikasi antara kelurahan dan juga kecamatan Dukuh Pakis di sekitar bulan Agustus.
“Tapi akhirnya ternyata pada saat menjelang beroperasi yang harusnya tanggal 1 September 2025 ternyata mendapat Penolakan ataupun keberatan dari warga, memastikan tidak ingin ada dapur SPPG,” ujar Ajeng Wira Wati di Surabaya, Senin (29/29/2025).
Kemudian dari berbagai macam pertimbangan, tambah Ajeng, akhirnya dari pihak SPPG sepakat untuk merelokasi. Ini sudah menjadi itikad baik dari SPPG, hanya saja mereka untuk merelokasikan butuh waktu minimal 3 atau 6 bulan.
“Dan kalau sudah ada ketemu titiknya, ya pastinya mereka akan segera cepat untuk merelokasi.Dalam artian SPPG ini sudah disetujui dan bahkan kemarin 1 September harusnya sudah running, sudah berjalan. Tapi ternyata kegiatannya tersendat ataupun tidak berjalanlah untuk 3.500 atau 4 000 siswa penerima MBG,” terang politisi Gerindra Surabaya ini.
Ajeng menambahkan, Kita mengharapkan tadi saat hearing warga yang hadir perwakilan dari RT dan RW untuk melakukan mediasi kembali, didampingi dari pihak Kelurahan dan Kecamatan, supaya memastikan program MBG ini bisa berjalan di kota Surabaya.
Semua ijin SPPG di Perumahan Villa Bukit Mas, jelas Ajeng, sudah terpenuhi termasuk pembuangan limbahnya.
“Tinggal nanti dari pihak Kelurahan dan kecamatan nanti akan membantu untuk mengawasinya,” ungkap Ajeng Wira Wati.
Sementara Anthoni Darsono, Wakil Ketua RT 01, menyampaikan keresahan warga karena lingkungan yang didominasi orang tua menginginkan ketenangan. Menurutnya, aktivitas SPPG dikhawatirkan menimbulkan kerawanan keamanan, limbah, hingga perbedaan izin bangunan.
Sementara itu Ketua Yayasan Ina Makmur sekaligus pengelola SPPG, Joko Dwitanto, menegaskan pihaknya sudah memiliki izin resmi dari BGN (Badan Gizi Nasional).
Ia menekankan program ini menyangkut 3.500 siswa penerima manfaat sehingga tidak bisa berhenti.
“Kami siap direlokasi, tapi mohon waktu. Anggaran sudah siap, yang terpenting anak-anak segera mendapat haknya,” tutup Joko. (trs)