Johari Mustawan: Mudahkan Warga Aktifasi Kartu BPJS Kesehatan

Johari Mustawan: Mudahkan Warga Aktifasi Kartu BPJS Kesehatan

Surabaya, newrespublika – Banyak keluhan warga soal layanan kesehatan yang terkendala kartu BPJS Kesehatan dinonaktifkan sehingga tidak bisa mendapatkan fasilitas kesehatan, Komisi D DPRD Kota Surabaya minta Pemkot mudahkan warga untuk aktifasi kartu BPJS Kesehatan.

Hal ini terungkap saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi D bersama BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan Surabaya, Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia Komisariat Surabaya (PERSI), Asosiasi Klinik (Asklin), PKFI, Dir RS Pemerintah Kota Surabaya (RS Soewandi, BDH, EC), Selasa (25/02/2025).

RDP membahas terkait kemudahan akses kesehatan bagi warga surabaya yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

Anggota Komisi D dari Fraksi PKS, Johari Mustawan mengatakan, dalam RDP tadi ada 4 poin catatan kami salah satunya adalah, bahwa Pemkot melalui Dinas Kesehatan agar memastikan 100% warga Surabaya terdaftar BPJS Kesehatan.

“ Dipastikan juga warga Surabaya dimudahkan untuk aktivasi kartu ketika dibutuhkan, baik yang sehat maupun sakit. Sehingga diperlukan ada petugas khusus dan ruangan khusus di Puskesmas dan Kelurahan untuk pelayanannya,” ujar Johari Mustawan kepada wartawan di gedung DPRD Kota Surabaya, Selasa (25/02/2025).

Ia menjelaskan, standar BPJS terkait Emergency yang cukup berat di BPJS, menyebabkan penguatan pelayanan di Faskes Primer baik itu Puskesmas maupun Klinik Swasta yang awalnya fokus layanan promotif dan preventif dan sebagian kecil kuratif dan rehabilitatif, menjadi harus siap dengan keempat hal di atas, sehingga diperlukan faskes primer jam buka 24 jam serta kecukupan tenaga medis dan sarana atau prasarananya.

Terkait masalah BPJS Kesehatan, jelas Bang Jo sapaan Johari Mustawan, aktivasi kepesertaan BPJS untuk seluruh warga surabaya, kriteria emergency di RS bagi warga yang sesuai dengan standar penerapan BPJS terlalu memberatkan, optimalisasi pemantauan kesehatan peserta BPJS di faskes 1, pending klaim BPJS di semua RS di Surabaya, Penyesuaian pendidikan kedokteran terhadap regulasi kesehatan terakhir terkait 144 diagnosa penyakit yang tidak ditangani di RS.

Bang Jo menerangkan, sehubungan dengan hampir 3 juta penduduk Surabaya sudah tercover oleh BPJS Kesehatan sehingga peran fasilitas kesehatan Primer untuk membersamai para peserta BPJS yang terdaftar menjadi sangat fundamental.

Sehingga, terang Bang Jo, diperlukan perbandingan antara jumlah tenaga medis/kesehatan dengan jumlah peserta, sehingga dipertimbangkan adanya redistribusi kepesertaan untuk sejumlah 1,1 juta peserta yang masih terkonsentrasi di puskesmas, sehingga peserta bisa lebih termonitor kondisi kesehatannya.

Untuk mudahkan warga mendapatkan layanan kesehatan, tegas Bang Jo, Pemkot Surabaya bisa berkolaborasi dengan Koligium kedokteran IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dalam penerapan penatalaksanaan penyakit anak terutama terkait dengan case-case emergency anak, pneumoni, dan Demam Berdarah.

“ Kasus 144 Diagnosa penyakit yg tidak bisa ditangani di RS, diperlukan pengkajian ulang terutama, berkaitan dengan kasus emergency pada kaitannya dengan 144 diagnosa di atas dengan menerapkan TACC (Time, Age, Condition, Comorbid) yang disepakati bersama kolegium kedokteran,” ungkap Bang Jo.

Meminimalisir Pending di Rumah sakit yang sangat mungkin berdampak kepada mutu layanan RS karena kekurangan dana untuk berputar operasional, tambah Bang Jo, kemudian dari berifikator berpedoman pada panduan TKMKB yang berlaku, dengan tidak perlu menunggu adanya aturan yang baru untuk dasar penilaian klaim pending, tetapi aturan baru digunakan untuk case to case yang terjadi setelah diterbitkannya aturan.

Bekerjasama dengan Kampus Kedokteran untuk menyesuaikan kurikulum pendidikan pada era JKN, sehingga ada kesesuaian antara Kampus sebagai “pabrik” SDM Kesehatan, dengan Regulasi yang diterapkan oleh BPJS Kesehatan maupun Kementrian Kesehatan

“ Terakhir, Surabaya sebagai Kota Layak Anak yang terjamin kesehatannya mulai neonatus di bawah 2 bulan, anak-anak balita, anak-anak ampai usia 18 tahun bisa dilayani jaminan kesehatannya,” pungkas Bang Jo. (trs)