Surabaya, newrespublika – Wakil Walikota Surabaya Armuji melakukan inspeksi mendadak (sidak) terkait adanya kasus dugaan perubahan lapangan tenis dan cafe yang dilakukan secara sepihak pada Kamis (14/8/2025).
Dalam mediasi tersebut, pria yang akrab disapa Cak Ji itu mendatangi lokasi konstruksi yang berlokasi di Jalan Boulevard Famili Selatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya, Jawa Timur.
Ketua RW 3 Boulevard Famili Selatan, Hadi menjelaskan bahwa lahan tersebut mulanya merupakan lahan fasilitas umum (fasum) yang rencananya akan dibangun lapangan tenis.
Namun, lahan fasum tersebut tiba-tiba dialihkan secara sepihak menjadi lahan komersial oleh PT Sanggar Asri Sentosa (SAS) dan dicanangkan akan dibangun cafe.
“Sementara banyak warga disini yang rumahnya berdekatan langsung dengan pembangunan merasakan dampaknya,” kata Hadi kepada Cak Ji.
Ia menuturkan, menurut keputusan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (DPKPP) mewajibkan pembangunan lahan harus melalui persetujuan minimal dua per tiga warga sekitar.
“Sedangkan kami saja warga tidak pernah ada sosialisasi, kami pihak RT/RW juga gak pernah ada pemberitahuan yang masuk, kok tahu-tahu surat izinnya sudah keluar,” tuturnya.
Ia menambahkan, pada 13 September 2023 juga pernah dilakukan mediasi kesepakatan bahwa pihak perusahaan akan melakukan sosialisasi ke warga. Tetapi, hal tersebut tidak pernah dilaksanakan.
“Bahkan, kita ada bukti dari DPKPP sendiri bahwa lahan ini merupakan lahan fasum untuk lapangan tenis,” tuturnya.
Sementara itu, perwakilan pihak PT SAS menuturkan telah melakukan replanning lahan yang diubah menjadi lahan komersial pada tahun 2024.
Pihaknya menuturkan bahwa hal tersebut juga telah disosialisasikan kepada beberapa warga yang berbatasan langsung dengan proyek pembangunan.
“Kami pun sudah pernah mensosialisasikan hal tersebut kepada beberapa korban terdampak, dan memang kaki sudah melakukan replanning pada tahun 2024 sebagai lahan komersial,” ujar perwakilan PT SAS.
Walaupun begitu, salah satu korban, Wiwin mengaku pihak perusahaan hanya pernah memberitahukan kepada dirinya jika lahan akan digunakan untuk Land clearing dan pembangunan genset.
“Makanya awalnya warga setuju, tapi kalau ternyata lahan ini diubah untuk cafe dan lain sebagainya saya gak pernah menyetujui,” tandas Wiwin.
Ia juga mengungkapkan bahwa setiap pukul 24.00 WIB selalu merasa terganggu dengan suara pembangunan proyek yang sangat berisik.
“Belum lagi polusi debu dari pembangunan, sampah-sampah, banyak tikus juga larinya ke rumah saya sama sekitar rumah warga lain,” jelasnya.
Setelah mediasi yang cukup panjang, akhirnya Cak Ji memerintahkan kepada PT SAS untuk menghentikan pembangunan sementara sembari pihaknya mendiskusikan kembali dengan warga sekitar.
“Saran saya meskipun izin sudah keluar kan harus tahu apakah sudah sesuai proses yang baik dan benar atau tidak sehingga saran saya, warga semua dikumpulkan, didiskusikan ulang dan proyek sementara tolong dihentikan supaya gak ada gejolak lagi,” kata Cak Ji.
Ia menegaskan PT SAS selaku perusahaan pengembang dan pengelola juga harus mendapatkan izin minimal dua pertiga dari penduduk sekitar sesuai aturan yang ditetapkan DPKPP.
“Karena sebenarnya ini kan dipakai fasum ini, tapi para warga merasa tidak pernah diminta persetujuan, jadi saran saya nanti rapatkan, saya akan hadir, libatkan semua warga, diajak bicara yang enak supaya ada komunikasi dua arah,” tegasnya.
Cak Ji juga menerangkan apabila PT SAS memang melakukan replanning lahan maka harus ada lahan pengganti dengan ukuran yang sama.
“Terus fasum yang replanning untuk kegiatan bisnis maka yang dirugikan kan juga warga, nah harus ada lahan penggantinya dan juga harus disosialisasikan kepada warga,” pungkas Cak Ji. (trs)